NataProperty.com, Tangerang - Tahun politik atau pemilu yang dilakukan secara serentak yang akan dimulai pada awal tahun 2018 ini, diyakini tidak akan memberikan pengaruh terlalu besar terhadap sektor properti.
Menurut Director of Commercial PT PP Properti Sinur Linda Gustina, mengatakan memang ada segilintir kalangan yang merasa perlu berhati-hati untuk membelanjakan uang mereka. "Tapi ada juga orang yang merasa (bahwa) dalam kondisi orang ragu itu, justru menganggap it's time for me to buy," tambah Linda.
Friksi politik, menurut dia, akan jauh lebih dirasakan di ranah media sosial. Namun di dalam kehidupan bermasyarakat, Linda meyakini, tidak akan timbul kegaduhan yang berujung pada perusakan.
Linda pun optimistis bila penjualan properti masih akan cukup baik. Paling tidak, capaian penjualan seperti pada tahun ini. "Kami tetap memprediksi itu bisa hit 20 persen," kata dia.
Selain itu, Realestat Indonesia (REI) memperkirakan pertumbuhan sektor properti tahun depan bakal cenderung stagnan, dipicu kondisi tahun politik yang menahan minat pelaku usaha dan investor berekspansi. Pasalnya, meskipun perekonomian diyakini bakal melaju lebih kencang dibandingkan tahun ini, tahun depan merupakan tahun politik.
Wakil Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Bidang Tata Ruang dan Properti Ramah Lingkungan Hari Ganie mengungkapkan, meski pertumbuhan ekonomi diyakini melaju kencang, pelaku usaha dan investor diperkirakan cenderung menahan diri untuk berekspansi pada tahun kampanye politik. Imbasnya, pertumbuhan sektor properti akan tertahan.
“Kami inginnya juga bergerak, masa kami ingin stagnan begitu saja, tetapi kondisi politik kami tidak bisa perkirakan. Hal yang jelas tahun depan sudah mulai tahun politik (yang) menjadi kekhawatiran bagi kami pelaku usaha," ungkap Hari.
Baca juga: Facebook Tiru Fitur Milik Snapchat Lagi
Potensi permintaan properti di Indonesia sebenarnya masih sangat besar. Hal itu ditopang oleh jumlah penduduk yang terus tumbuh. Namun, Hari mengingatkan permintaan itu belum tentu ditopang oleh daya beli.
Tak ayal, hingga kini, masih banyak penduduk yang belum memiliki rumah. Pemerintah mencatat setidaknya masih diperlukan 13,5 juta unit rumah untuk memenuhi kebutuhan rumah masyarakat (backlog).
Selain itu, lanjut Hari, masyarakat yang memiliki daya beli juga belum tentu menggunakan materinya untuk memenuhi kebutuhan. Karenanya, Heri berharap, pemerintah tetap konsisten dalam menjalankan proyek infrastruktur. Dengan demikian, sektor properti juga akan ikut bergerak.
Untuk tahun 2017 lalu, pelaku sektor properti masih berusaha pulih. Heri optimistis bisa mencapai bahkan melampaui target program sejuta rumah.
Per November 2017, Hari mengungkapkan anggota REI telah mencapai 70 hingga 80 persen dari target pembangunan rumah rakyat atau hunian untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang sekitar 200 ribu unit. (SU)