Kredit Pemilikan Rumah atau yang biasa kita sebut KPR adalah salah satu produk perbankan yang cukup diminati masyarakat karena dinilai sangat menguntungkan. Mereka menganggapnya menguntungkan karena dengan KPR, mereka tidak perlu membayar lunas sebuah properti saat ingin tinggal di properti tersebut.
Cicilan yang ditawarkan KPR pun tidak memberatkan karena dapat dicicil paling lama sampai 25 tahun. Namun, tentunya hal-hal yang tidak diinginkan dapat terjadi pada nasabah pengguna KPR seperti meninggal dunia. Meninggalnya nasabah tidak berarti cicilan akan hangus atau hilang, namun secara otomatis cicilan akan dibebankan kepada ahli waris. Ada 3 sifat cicilan pembayaran KPR setelah nasabah meninggal dunia yang telah disesuaikan.
Yang pertama adalah ketika cicilan lancar dan KPR memiliki perlindungan jiwa. Untuk nasabah yang memiliki kredit lancar dan tidak mempunyai hutang apapun lalu memiliki perlindungan asuransi jiwa, maka nasabah tersebut memiliki hak atas klaim kematian saat pembayaran premi dinyatakan lancar. Ahli waris nantinya dapat mengajukan klaim kematian pada pihak asuransi dan akan dinyatakan lunas.
Berikutnya adalah ketika cicilan lancar namun tidak memiliki asuransi jiwa KPR. Untuk sifat cicilan seperti ini, ahli waris wajib meneruskan pembayaran utang KPR sampai lunas atau sampai waktu yang ditentukan, namun harus legal di mata hukum.
Dan yang terakhir adalah ketika cicilan tidak lancar. Untuk nasabah tipe ini hampir sama seperti poin kedua, ahli waris akan diturunkan seluruh hutang pihak yang meninggal dan harus membayar seluruh tunggakan yang ada. Namun jika debitur mempunyai asuransi dan menyertakan asuransi pada KPR tersebut, maka ahli waris hanya akan membayar hutang kredit selama ketika nasabah tersebut masih hidup.
Dari ketiga skenario diatas, anda tentu sudah bisa menarik satu kesimpulan bahwa asuransi jiwa merupakan hal yang penting. Dengan adanya asuransi jiwa, nasabah akan lebih mengurangi beban kepada ahli waris jika nasabah meninggal dunia.